Pemuda Tapin Kenang Perjuangan Tasan Panyi lewat Panggung Teater

BANJARTIMES– Gerakan Lestari Seni (Gelas) Budaya Tapin berhasil menyedot perhatian ratusan penonton lewat pertunjukan teater modern berjudul Pipikat Tasan Panyi.

Pentas yang dihelat pada Sabtu (20/1) malam di Gedung Galuh Bastari, Rantau tersebut mengisahkan perjuangan pahlawan asal Tapin, Mat Tasan dan Muhammad Panyi, yang dikenal keras melawan penjajah saat masa revolusi fisik.

Penulis naskah dan sutradara Pipikat Tasan Panyi, Benny Ashadi, bilang bahwa alur cerita diperoleh berdasarkan narasi dari keturunan dua pahlawan tersebut.

“Pertunjukan ini diangkat untuk memberikan wawasan sejarah kepada penonton. Memotivasi pemuda di Tapin melalui semangat mereka, serta menghormati mereka sebagai syuhada,” kata Benny.

Muhammad Noval, Ketua Pelaksana Dalai Bahaga III, melaporkan keberhasilan acara dengan menarik sekitar 350 penonton berdasarkan penjualan tiket.

Aksi Heroik Tasan Panyi

Dalam buku Sejarah Banjar, paman dan keponakan yang sejatinya berstatus sebagai rakyat biasa ini diceritakan gugur ketika memimpin perlawanan terhadap penjajah di sekitar kawasan jembatan Pasar Rantau.

Perlawanan itu dilakukan sebagai bentuk geramnya warga sekitar melihat penjajah Belanda yang bernafsu merebut kembali kemerdekaan.

Insiden gugurnya Tasan dan Panyi bermula pada Jumat siang, 9 November 1945. Seusai salat Jumat, sebuah mobil jenis Jeep yang dikemudikan Belanda tanpa alasan berhenti di kampung Banua Padang, Rantau.

Merasa geram, warga keluar dari masjid, bersama pemuda, menyerang mobil tersebut. Tentara-tentara itu melarikan diri, menumpang mobil lain menuju Rantau, sementara mobil yang ditinggalkan dicampakkan ke sungai.

Dalam pelariannya, orang Belanda meminta bantuan tentara di Kandangan, yang kemudian pergi ke Banua Padang dan menembak membabi buta.

Warga sekitar Rantau, seperti Mandarahan, Walang, dan Kupang, bersiap dengan senjata seperti parang, tombak, dan keris, serta menghalangi jalan dan jembatan dengan rintangan pohon.

Pada pukul 16.03, militer Belanda tiba di Rantau. Mobil mereka terhenti oleh rintangan pohon. Mat Tasan dan warga menyerbu, tetapi tentara Belanda menembak membabi buta.

Akibat tembakan tersebut, gugurlah Tasan dan Ahmad Panyi. Pada 10 November 1945, Tasan dan Ahmad Panyi ditetapkan mati syahid, sekarang diabadikan sebagai Jalan Tasan Panyi.

Achmad Adjie Al Muas, cicit dari Mat Tasan, berharap generasi saat ini dapat menghargai perjuangan para pendahulu dalam merebut kemerdekaan.

Muas juga menyoroti keberadaan tokoh-tokoh pejuang di daerah, seperti Kai Halidin, Kai Idris, Burnau, Daeng Suganda, Haji Makki, dan A Roba. Pementasan “Pipikat Tasan Panyi” diharapkan dapat memperkuat jiwa nasionalisme dan patriotisme masyarakat di Kabupaten Tapin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *