Agar Tidak Punah, Tiga Bahasa Daerah di Kalsel Direvitalisasi Pemerintah

Balai Bahasa Kalimantan Selatan menggelar rapat koordinasi bersama dinas pendidikan 13 kabupaten/kota se-Kalsel serta sejumlah praktisi bahasa daerah di Galaxy Hotel Banjarmasin, pada Senin (26/2) sore.

Forum ini digelar untuk memantapkan program revitalisasi bahasa daerah yang akan dilakukan pada tahun 2024 ini.

Adapun bahasa daerah yang menjadi fokus program revitalisasi yakni bahasa Banjar, Bakumpai, dan Dusun Deyah.

Kepalai Balai Bahasa Kalsel, Armiati Rasyid, menjelaskan revitalisasi dilakukan dengan cara mendekatkan generasi muda karya sastra dengan bahasa daerah.

Mengacu Pedoman Revitalisasi Bahasa Daerah yang disusun Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud RI, pendekatan karya sastra berbahasa daerah tersebut bisa masuk dalam mata pelajaran muatan lokal dan ekstrakulikuler yang di sekolah.

“Setelah rakor, kami akan menyusun modul bahan ajar revitalisasi bahasa daerah. Kami juga akan mengundang 251 orang calon guru utama (bahasa daerah) untuk ikut bimbingan teknis,” kata Armiati.

Seusai bimtek, ratusan guru utama tersebut diminta mengimbaskan pengetahuannya ke rekan seprofesi.

Balai Bahasa Kalsel nantinya juga akan memantau perkembangan program ini di 13 kabupaten/kota lalu menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu bagi para generasi muda di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Adapun dari tiga bahasa daerah di Kalsel yang masuk dalam target revitalisasi, ada satu bahasa yang kondisinya dinilai mengalami penurunan.

Bahasa tersebut yakni bahasa Dusun Deyah yang para penuturnya bisa dijumpai di Balangan dan Tabalong.

“Bahasa Deyah ini memang masih dituturkan di lingkungan keluarga. Namun, penggunaannya di ruang publik mulai ditinggalkan,” ujar Armiati.

Bagian dari Identitas

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Muh. Abdul Khak, yang hadir secara daring mengapresiasi pertemuan ini. Dia menyebut bahasa daerah memang harus dilindungi karena itu merupakan bagian dari identitas sebuah komunitas.

“Misalnya, Anda baru disebut sebagai orang Banjar, karena Anda bahasa ibunya bahasa Banjar. Jadi kesukuan kita itu ternyata identik dengan bahasa,” ujar Abdul Khak.

Dia juga mengingatkan para peserta rakor agar mampu melindungi bahasa daerah karena mereka memiliki kekuasaan atau jabatan yang bisa mengatur banyak hal.

“Pertanyaannya adalah, apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan tiga bahasa daerah tadi?” Pertanyaan tersebut diberikan Abdul Khak kepada para peserta rakor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *