- Teks: Donny Muslim
- Foto: Freepik/Ilustrasi
BANJARTIMES— Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Senin (4/8), menyusul lonjakan titik panas dan kondisi kemarau yang mulai mengeringkan lahan gambut di sejumlah wilayah.
Gubernur Kalsel, Muhidin, menyampaikan keputusan ini dalam rapat koordinasi kesiapsiagaan karhutla di Gedung Idham Chalid, Banjarbaru. Penetapan status siaga merujuk pada deklarasi darurat yang lebih dulu dilakukan oleh dua daerah: Kota Banjarbaru dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Pemprov juga segera melayangkan surat resmi ke BNPB, KLHK, dan BMKG sebagai dasar pengiriman bantuan. Jika disetujui, Kalsel akan menerima empat helikopter water bombing dan dua helikopter patroli. BMKG juga menjadwalkan pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), yang diperkirakan berlangsung pada 8–10 Agustus 2025.
Lonjakan Titik Panas dan Area Rawan
Menurut data dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, hingga akhir Juli 2025, di Kalimantan Selatan tercatat 120 hotspot. Berdasarkan klasifikasi BMKG, 115 titik tergolong sedang, 4 tinggi, dan 1 rendah. Beberapa titik dengan kategori tinggi terpantau berada di wilayah konsesi perkebunan.
Data ini memperkuat tren tahunan yang menunjukkan keterkaitan antara aktivitas pembukaan lahan dan kebakaran di area tertentu. Sejumlah perusahaan sebelumnya juga pernah dijatuhi sanksi administratif oleh Kementerian Lingkungan Hidup atas kelalaian dalam pencegahan karhutla.
Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan, Raden Rafiq, mengatakan bahwa karhutla di area konsesi masih menjadi perhatian, terutama jika lokasi kebakaran berulang dan tidak diantisipasi sejak awal.
“Pemetaan dan pengawasan area konsesi tetap jadi pekerjaan rumah,” ujar Rafiq. Ia menambahkan, perlu evaluasi berkala terhadap izin usaha di kawasan rentan untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Langkah Mitigasi dan Pantauan
BPBD Kalimantan Selatan telah mulai melakukan pembasahan lahan gambut dengan sistem buka-tutup irigasi, salah satunya di kawasan Cindai Alus, dekat Bandara Syamsudin Noor. Pembasahan dilakukan karena tinggi muka air mulai menurun dan rawan terbakar.
Pemerintah daerah juga mulai memetakan ulang zona rawan karhutla. Agustus diprediksi menjadi puncak musim kemarau, sehingga potensi penyebaran api akan meningkat, terutama di kawasan dengan vegetasi kering dan sisa lahan terbuka.
Meski pemerintah daerah sudah menyiapkan respons teknis, penanganan jangka panjang tetap bergantung pada validasi data, pengawasan area konsesi, serta sinergi lintas lembaga. Tanpa itu, status darurat bisa berubah menjadi rutinitas tahunan.***