Rayhan Azhar, Pemuda di Kalsel Membangun Ulang Banjarmasin Lewat Dunia Virtual

  • Teks: Donny Muslim
  • Foto: BTMedia/Ceochill Siring Plaza

BANJARTIMES— Bayangkan berjalan sore di Siring Menara Pandang, lalu naik jukung menyusuri Sungai Martapura—semua tanpa keluar rumah. Di dunia virtual Roblox, pengalaman itu kini bisa dinikmati ribuan pemain lewat SiringPlaza, map buatan anak muda Banjarmasin bernama Rayhan Azhar (22).

Hanya dalam hitungan hari sejak dirilis, replika digital kota seribu sungai itu telah menyedot puluhan ribu pengunjung. “Awalnya cuma iseng, ternyata malah keterusan,” ujar Rayhan, yang baru dua minggu mengenal Roblox dan belum genap empat bulan belajar desain 3D.

Bersama dua rekannya—Dicky (AsepSantosoo) dan Azhar (zareeQein)—Rayhan membangun ulang wajah Banjarmasin dalam bentuk interaktif. Ada Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Halte 0 Kilometer, Patung Bekantan, Hotel A, hingga spot populer tempat para pemain bisa memancing atau bersosialisasi.

Map SiringPlaza yang ia rancang belum genap sepekan, tapi sudah dikunjungi lebih dari 71.900 pemain. Angka yang mengejutkan, bahkan untuk Rayhan sendiri. “Nggak nyangka bisa sebanyak itu,” ujarnya.

Map ini bukan sekadar tampilan. Di dalamnya, pemain bisa memancing di Sungai Martapura, naik jukung, hingga berinteraksi lewat berbagai event yang tengah dipersiapkan tim. Rayhan mengaku baru menekuni dunia 3D modeling sejak April 2025. Ia belajar secara otodidak lewat aplikasi SketchUp.

“Ternyata lumayan nyambung, sempat ikut beberapa event juga,” ucapnya. Ketertarikannya pada dunia konten dan game jadi bahan bakar. Apalagi, latar belakang pekerjaannya memang bersinggungan dengan media sosial dan kreativitas digital.

Ia mengira Roblox hanya gim anak-anak. Tapi belakangan ia menemukan genre sosial, horor, bahkan simulasi ekonomi di dalamnya. “Ternyata seru juga, terus nemu temen dari berbagai daerah. Seminggu main, seminggu develop,” katanya tertawa.

Pembangunan map tak semudah yang dibayangkan. Hari pertama ia mencoba membangun replika Menara Pandang, struktur digitalnya justru roboh. “Harus detail banget. Baru belajar, dari nol banget, sambil buka aplikasi, sambil belajar,” kata Rayhan. Untungnya, ia sudah punya dasar desain 3D.

Rencana pengembangan SiringPlaza masih panjang. Ia ingin menambahkan gerbang kilometer 6, Pulau Kembang, Pasar Terapung, sampai Kampung Hijau. Semua butuh waktu, terutama karena scripting (pemrograman interaktif dalam game) juga jadi bagian penting. Rayhan menargetkan versi beta rampung dalam tiga bulan.

Meski proyek ini masih dalam pengembangan, Rayhan sudah mulai melihat potensi ekonomi dari SiringPlaza. Selain Robux (mata uang Roblox) yang bisa ditukar ke uang sungguhan, ia juga menerima permintaan untuk menyewakan baliho digital dan membuat outlet di dalam game.

“Hari ini tadi, sudah beberapa outlet yang nanya, bisa nggak kita masang outlet di sana?” ujarnya.

Bukan Sekadar Game

Namun membangun SiringPlaza juga menghadirkan tantangan sosial yang tidak ringan. Rayhan menyadari, seperti dunia nyata, dunia virtual juga bisa menjadi tempat terjadinya perilaku tidak pantas.

“Ada yang melapor ke saya lewat TikTok, dia bilang ‘ulun disambati bocil, Kak’,” ungkapnya. Ia merujuk pada pengalaman pengguna yang menjadi korban pelecehan verbal oleh pemain lain.

Karena itu, Rayhan dan tim menerapkan langkah pencegahan. Lewat pemberitahuan massal dalam game, mereka rutin mengingatkan pemain agar tidak melontarkan kata-kata yang bisa menyinggung atau melukai orang lain. “Harus dibatasi juga perilaku pemain, jangan sampai bertindak tidak senonoh,” tegasnya.

Di sisi lain, sambutan hangat para pemain justru memberi semangat tersendiri. Banyak yang mendorong agar SiringPlaza dikembangkan lebih detail. Bahkan ada cerita-cerita tak terduga yang muncul dari interaksi pemain.

“Ada yang nge-DM, kasih tahu kalau dia dapat pacar dari meet di SiringPlaza,” ucap Rayhan sambil tertawa.

Ia percaya dunia virtual seperti Roblox bisa menjadi ruang sosial yang positif sekaligus ruang baru untuk perubahan sosial. Bagi Rayhan, game bukan sekadar hiburan, tapi juga peluang.

“Bisa saja kan, misalnya kita bangun infrastruktur yang bagus di dunia virtual, lalu pemerintah jadi ikut terdorong membangun yang nyata juga,” katanya. Sebagai contoh, ada pula map lain di Roblox yang digunakan untuk menggelar Aksi Kamisan—protes mingguan soal pelanggaran HAM yang biasa dilakukan di depan Istana Negara—yang kini diterjemahkan ulang secara lebih akrab bagi generasi Z dan Alpha.

Dari iseng-iseng saat gabut, hingga kini jadi proyek budaya digital dengan puluhan ribu pengunjung—SiringPlaza menandai babak baru kolaborasi antara kreativitas anak muda, teknologi, dan ingatannya kota.***