Terbangkan Layang-Layang ‘Save Meratus’, Extinction Rebellion Ajak Anak-Anak Peduli Lingkungan

  • Teks: Donny Muslim
  • Foto: XR Meratus

BANJARTIMES– Peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia diwarnai aksi kampanye lingkungan di Kelurahan Sungai Besar, Kota Banjarbaru, Kamis (21/8). Sejumlah anak-anak, menerbangkan layang-layang bertuliskan “Save Meratus” sebagai simbol perlawanan terhadap perusakan hutan dan tanah adat di Kalimantan Selatan.

Aksi kreatif ini digagas komunitas XR Meratus. Mereka menyebut, semangat kemerdekaan seharusnya tak hanya dimaknai dengan lomba dan perayaan seremonial. Ini juga perjuangan menjaga ruang hidup masyarakat adat dari ancaman tambang, perkebunan, maupun proyek konservasi yang dinilai merampas tanah ulayat.

“Dari langit Banjarbaru kami ingin mengingatkan, Meratus masih terus digerogoti. Merdeka bukan berarti bebas merampas, tapi bebas menjaga kehidupan,” kata Wira Surya Wibawa, selaku inisiator aksi.

Anak-anak yang ikut bermain dijelaskan mengenai krisis iklim dengan bahasa sederhana, agar mereka paham bahwa masa depan akan terancam jika hutan terus hilang.

Melalui aksi ini, XR Meratus menyampaikan empat tuntutan: pengakuan tanah adat Dayak Meratus, penghentian izin tambang dan perkebunan perusak hutan, pelibatan masyarakat adat sebagai penjaga hutan, serta penguatan solidaritas lintas generasi menghadapi krisis iklim.

Langit kawasan Sungai Besar Banjarbaru sore itu dipenuhi warna-warni layang-layang. Namun di balik keriangan, terselip pesan serius: perjuangan menyelamatkan Meratus belum selesai.

Kenapa Pegunungan Meratus Perlu Diselamatkan?

Fathur Roziqin Fen, seorang aktivis lingkungan dalam tulisannya berjudul Menyelamatkan Ritus Meratus, menyebut bahwa Meratus adalah gugusan/bentang pegunungan yang berada di wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Selatan. Membentang dari Kabupaten Tanah Laut, melewati 8 kabupaten lainnya hingga perbatasan Kalimantan Timur.

Bagi masyarakat yang tinggal di pegunungan tersebut dikenal dengan Dayak Meratus. Fathur bilang nyaris tidak ada lagi aliran sungai yang masih alami selain sungai-sungai yang hulunya dari pegunungan Meratus. Menurutnya, ini asset untuk seluruh masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada aliran sungai.

Fathur kemudian melanjutkan bahwa sebagian besar kawasan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan sudah banyak mengalami deforestrasi, pengurangan hutan. Data Walhi Kalsel, sebanyak 50 persen wilayah di provinsi telah dibebani izin pertambangan, kelapa sawit, dan lainnya.

Selain bertambahnya populasi manusia, juga banyaknya pertambangan yang menyebabkan hilangnya akses terhadap ruang hidup. Di Kalimantan Selatan, tersisa satu kabupaten yang masih bertahan dengan kerusakan lingkungan dari pertambangan, meski beberapa tahun terakhir ditemukan upaya pertambangan ilegal.

Meratus menjadi symbol perlawanan terhadap industri ekstraktif, meluasnya pesan kampanye dengan tagar #SaveMeratus dan menguat dengan pesan bahwa “kehidupan manusia tidak lepas dari hubungannya dengan makhluk lainnya baik dengan mahkluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan) maupun makhluk tak hidup (air, udara, tanah, cahaya).

***