- Teks: Donny Muslim
- Foto: Antasan Banjar Festival
BANJARTIMES– Alunan musik tradisi akan menggema di tepian Sungai Martapura pada akhir Agustus. Untuk pertama kalinya, Festival Musik Tradisi Indonesia (FMTI) digelar di Banjarmasin dengan tajuk “Antasan Banjar – Ethnogroove 2025”. Festival ini berlangsung selama tiga hari, 29–31 Agustus 2025, di Panggung Siring Balai Kota Banjarmasin.
Gelaran ini menjadi ruang temu bagi seniman, komunitas, dan masyarakat untuk merayakan musik tradisi sebagai identitas budaya sekaligus menjembatani pertemuan dengan dunia global. FMTI hadir lewat kerja sama Direktorat Film, Musik, dan Seni Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dengan komunitas Akaracita dan Indonesian World Music Series (IWMS), serta dukungan penuh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kota Banjarmasin.
Pembukaan resmi festival dijadwalkan pada 29 Agustus pukul 20.00 WITA. Menteri Kebudayaan RI dijadwalkan hadir dan membuka acara, didampingi Gubernur Kalimantan Selatan dan Wali Kota Banjarmasin beserta jajaran pemerintah daerah.
Sungai Sebagai Inspirasi
Mengusung tema “Antasan Banjar – Ethnogroove”, festival ini terinspirasi dari filosofi sungai yang erat dengan kehidupan masyarakat Banjar. Sungai atau batang banyu digambarkan sebagai arus yang terus mengalir, menghubungkan satu tempat dengan yang lain, dan menghidupkan ekosistem di sekitarnya.
Musik tradisi di FMTI dikemas dalam spirit ethnogroove, menciptakan ritme yang segar untuk mempertemukan lintas generasi. Bukan sekadar hiburan, festival ini juga menjadi ruang interaksi antara identitas lokal dan dinamika global yang terus berkembang.
Tiga Fase Festival
Rangkaian FMTI 2025 dibagi dalam tiga fase, dari pra-acara hingga pasca-acara:
- Hulu (Pra-Acara)
Pada 19–20 Agustus, lokakarya Batang Banyu menghadirkan maestro musik nasional seperti Otto Sidharta, Aristofani, Lupi Anderiani, Warsana, dan Aswin Nugroho. Lebih dari 100 peserta terlibat dalam pelatihan intensif ini. - Hilir (Acara Utama)
Panggung utama pada 29–31 Agustus akan menampilkan 12 kelompok musik tradisi dari Kalimantan Selatan, di antaranya Sanggar Nuansa Etnikansambel, Balahindang, Lentera Musik, Sanggar Kamilau Intan, dan Gangsa Swara.
Penampilan juga dimeriahkan oleh Bellacoustic dari Kalimantan Tengah dan Olah Gubang dari Kalimantan Timur.
Selain pertunjukan musik, program SAKA (Ekosistem Pendukung Musik Tradisi) menghadirkan expo interaktif berupa pameran instrumen, arsip musik, komunitas seni, hingga UMKM. - Muara (Pasca-Acara)
Dokumentasi festival akan dirilis secara digital mulai September 2025 hingga Februari 2026. Konten yang disiapkan mencakup rekaman konser multi-kamera, audio multi-track, hingga katalog kuratorial. Hasilnya akan didistribusikan ke berbagai platform musik digital seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music.
Dukungan dan Harapan
Festival ini mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kota Banjarmasin, Program Manajemen Talenta Nasional, Balai Pelestarian Kebudayaan XII–XIV, UPTD Taman Budaya Kalsel, serta berbagai komunitas kreatif dan pihak swasta.
Penyelenggara berharap FMTI dapat memperkuat kapasitas seniman lokal, memperluas jaringan kolaborasi, dan mendorong ekosistem musik tradisi agar berkelanjutan baik dari sisi artistik maupun ekonomi. Selain itu, kehadiran festival ini diharapkan memberi dampak positif pada pariwisata dan ekonomi kreatif di Kalimantan Selatan.***

