TPA Basirih Banjarmasin

Putar Otak Mengurai Gunungan Sampah di TPA Basirih Banjarmasin

BANJARTIMES- Di tengah meningkatnya volume sampah harian di Banjarmasin, pemerintah kota menghadapi persoalan pelik lantaran daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Basirih semakin terbatas.

Dari data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), TPA Basirih yang berlokasi di Jalan Gubernur Soebarjo, Banjarmasin Selatan, menerima 450-500 ton sampah setiap hari. Sementara itu, TPA Basirih hanya memiliki lahan seluas 20 hektare. Akibatnya, kondisi ini sering membuat TPA overkapasitas.

Kepala UPTD, Agus Siswadi, tidak menampik kondisi ini. Di setiap zona pembuangan, sampah sudah menggunung hingga ketinggian 7-8 meter.

Lantas, bagaimana pemko, menyelesaikan persoalan gunungan sampah ini?

Agus bilang, pihaknya sudah mengupayakan penambahan kapasitas dengan memperluas lahan TPA Basirih. Pada tahun 2023, Pemko sudah melakukan ekspansi area seluas 7,5 hektare dengan membeli tanah masyarakat di sekitar kawasan. Perluasan lahan ini diperkirakan memungkinkan TPA Basirih Banjarmasin menampung sampah untuk lima tahun ke depan.

Selain memperluas lahan, UPTD TPA Basirih juga memiliki program pemanfaatan gas metana yang bersumber dari sampah. Pemanfaatan gas metana ini telah dimulai sejak 2014 untuk keperluan memasak di kantor TPA Basirih dan menjadi sumber listrik untuk penerangan di TPA.

Pada 2015, pemanfaatan gas metana diperluas untuk 80 rumah warga yang bermukim di sekitar lokasi pembuangan, tepatnya di Handil Palung, Basirih Selatan. Namun, program ini tidak bertahan lama. Pipa penyalur gas tidak terawat dan mengalami kerusakan, ditambah lagi pandemi Covid-19 yang membuat program distribusi dan pengembangannya terhenti.

Pengembangan gas metana diperkirakan bisa menyusutkan tumpukan sampah hingga 2 meter per tahun di satu zona pembuangan. “Kalau normalnya hanya satu meter setahun yang berkurang, tapi dengan adanya pemanfaatan gas metana, bisa dua kali lipat menurun,” kata Agus.

Sementara itu, timbunan sampah di TPA Basirih sudah sangat tinggi, ditaksir mencapai 7-8 meter di 17 zona pembuangan. “Bayangkan, betapa besar potensi gas metana di sini,” tambah Agus.

Selain pengembangan gas metana, rencana membudidayakan maggot juga terpaksa ditunda. Membudidaya maggot bisa membantu mengurangi produksi sampah organik yang mencapai 10 persen dari 500 ton sampah yang masuk ke TPA Basirih setiap hari. Maggot adalah sejenis ulat yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pakan kaya nutrisi untuk ternak.

“Seperti ulat bumbung yang dijual untuk umpan memancing. Harganya Rp10 ribu dengan isi yang sangat sedikit,” jelas Agus. “Sedangkan maggot, dengan potensi sampah organik di TPA Basirih, akan sangat banyak yang bisa dihasilkan. Itu nanti dijual untuk pemasukan PAD,” tambahnya.

Di samping dua rencana ini, Agus mengatakan banyak ide lain yang dipikirkannya untuk mengurangi sampah yang sudah menggunung di TPA Basirih, seperti membuat pabrik biji plastik untuk material bangunan atau produk rumah tangga. “Tapi kita terkendala dana,” keluhnya.

Jika ada, Agus pun tidak menutup kemungkinan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga. Namun, sejauh ini, pihaknya belum melihat ada pihak ketiga yang mau melirik potensi tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *