BANJARTIMES– Kerusuhan Banjarmasin atau Tragedi Jumat Kelabu yang meletus pada 23 Mei 1997 silam terus diperingati saban tahunnya oleh generasi muda.
Meski tak pernah mengalami langsung peristiwa tersebut, mereka merasa perlu untuk mengingat kembali tragedi jelang Pemilu 1997 itu. Sebagai bentuk pembelajaran agar hal serupa tak terulang.
Beragam ekspresi dilakukan oleh generasi muda mengingat lagi momen hari terakhir itu. Di Kota Banjarmasin, misalnya, Sanggar Titian Barantai (STB) Uniska menyuguhkan aksi teatrikal di makaJalan Pangeran Samudera, Banjarmasin Tengah, pada Rabu (22/5).
Mengenakan pakaian serba hitam, puluhan seniman muda itu bergerak jalan kaki dari Mitra Plaza hingga Jalan Pangeran Samudera, Kecamatan Banjarmasin Tengah.
Jalan Pangeran Samudera merupakan salah satu saksi bisu peristiwa Jumat Kelabu. Kawasan ini merupakan titik lokasi awal huru-hara bermula.
Di pertigaan Jalan Pangeran Samudera menuju Pasar Baru, para seniman STB menggelar teatrikal tanpa suara. Mereka memperagakan bagaimana pola kekerasan yang terjadi kala itu.
Perwakilan STB Uniska, M Riko Fahruraji, mengatakan peristiwa seperti Jumat Kelabu cukup terjadi sekali saja. “Bukan membongkar luka lama, kami hanya ingin ini tidak terjadi lagi,” tegas Riko.
Selain itu, menurut Riko, aksi teatrikal ini menjadi sarana melatih mental para seniman muda STB Uniska, agar lebih berani tampil dan menyuarakan isu-isu publik.
Ziarah Makam Massal
Data Tim Pencari Fakta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) menyebut ada 179 orang hilang, 118 orang luka-luka, dan 123 orang yang tewas dalam kejadian ini.
Ratusan korban yang tewas dikuburkan di makam massal Jumat Kelabu yang beralamat di Jalan Ahmad Yani Kilometer 23, Banjarbaru.
Kamis (23/5), sejumlah pemuda dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Ushuluddin dan Humaniora menziarahi makam massal tersebut.
Selain membacakan doa-doa untuk para korban, mereka juga membersihkan area pemakaman yang sebelumnya dipenuhi semak belukar.
Ketua Dema FUH UIN Antasari, Siti Maimunah, menuturkan bahwa ziarah ini sebagai bentuk kepedulian mahasiswa FUH terhadap para korban.
“Bentuk kepedulian rakyat terhadap para korban begitu banyak, yang penting adalah aksi nyata yang memberikan energi positif untuk kita semua,” ucapnya.
Area pemakaman massal tersebut sebelumnya memang terlihat sangat berantakan, kotor dan dipenuhi sampah, DEMA FUH menginisiasi untuk merapikan tempat sekitar.
“Kami rasa merapikan dan membersihkan area sekitar juga harus dilakukan, karna sebelumnya area disini cukup berantakan”, kata dia.
Terakhir, Siti berharap dari refleksi hari ini semoga tragedi Jumat kelabu tidak terulang lagi.
“Apalagi di tahun ini kita menghadapi pilkada bagi kota Banjarmasin, ini tentunya harus direnungkan kembali. Mengingat kejadian menyakitkan bagi kota Banjarmasin khususnya di 1997,” tutup Siti.