Cerita Petani Food Estate Mengatur Siasat Bertani di Lahan yang Sulit

Petani di Desa Pilang, Kalimantan Tengah, berhasil memanen padi lokal di lahan food estate yang sebelumnya sulit digarap. Keberhasilan ini membuka harapan baru bagi para petani setempat setelah menggunakan teknik bertani yang lebih efektif.

***

Suasana berbeda terasa di Desa Pilang, Kecamatan Jabiren, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, pada Rabu (4/9) pagi. Emek, seorang petani setempat, dengan semringah memanen padi lokal di lahan setengah hektare miliknya yang sudah menguning. Panen ini menjadi pencapaian besar bagi dirinya dan para petani lain di desa tersebut, mengingat betapa sulitnya menanam padi di lahan food estate selama beberapa tahun terakhir.

Lahan food estate, yang digagas pemerintah sebagai proyek strategis nasional, awalnya membawa harapan besar bagi petani di wilayah ini. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak petani kesulitan memaksimalkan lahan tersebut. Teknik pertanian konvensional yang biasa mereka gunakan tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan, dan banyak lahan akhirnya tidak produktif.

Namun, hari itu, Emek membuktikan bahwa lahan yang sebelumnya dianggap sulit dapat kembali subur. Dalam waktu sekitar empat bulan, ia berhasil menumbuhkan padi yang siap panen, lebih cepat dibandingkan metode tanam yang biasanya memakan waktu hingga enam bulan.

Keberhasilan panen ini juga disambut hangat oleh para petani lain di Desa Pilang. Bagi mereka, hal ini membuka peluang baru setelah sekian lama menghadapi kesulitan. Beberapa di antara mereka sebelumnya sempat berhenti bertani karena lahan yang tidak produktif dan adanya larangan membakar ladang, yang selama ini menjadi salah satu cara untuk mengelola tanah mereka.

“Kami dulu bergantung pada kebun karet sejak dilarang membakar lahan. Sekarang, setelah berhasil panen padi ini, harapan kami kembali. Ini akan kami jadikan bibit untuk lahan-lahan lain yang sebelumnya sulit dipanen,” lanjut Emek.

Suhada, fasilitator dari Yayasan Field Indonesia, menyaksikan langsung pencapaian Emek dan merasa bangga. “Lahan food estate ini sebenarnya bisa ditanami, asalkan menggunakan metode yang tepat. Hasil panen ini jadi bukti nyata,” ungkapnya.

Metode yang digunakan Emek dikenal sebagai Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT). Ini adalah teknik di mana tanah tidak perlu diolah berulang kali seperti pada metode konvensional. Petani hanya perlu membuat bedengan, menggunakan pupuk organik, dan menutupi tanah dengan mulsa alami seperti jerami atau rerumputan yang tersedia. Teknik ini membantu tanah mempertahankan kelembapan dan menyediakan nutrisi alami bagi tanaman, mempercepat pertumbuhan tanpa perlu banyak intervensi tambahan.

Melihat keberhasilan ini, Yayasan Field Indonesia berencana memperluas penerapan cara bertani yang lebih efektif di lahan food estate kepada lebih banyak petani di Jabiren Raya. “Kami akan mencoba mengaplikasikan cara ini ke lahan-lahan milik 20 keluarga petani lainnya dalam waktu dekat,” jelas Suhada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *