Ketika Petani di Katingan Mulai Tinggalkan Praktik Bakar Lahan, Beralih ke Pertanian Berkelanjutan

BANJARTIMES – Sejak lama, petani di Danum Matei dan Tarusan Danum, Kecamatan Tewang Sangalang Garing, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah terbiasa membuka lahan dan membersihkan lahan  dengan cara membakar. Setelah beberapa kali panen dan hasil mulai menurun, mereka berpindah ke lokasi baru dan mengulang proses yang sama. Siklus ini terus berulang, menyebabkan polusi udara dan menurunkan kualitas tanah. Tahun 2024 lalu, masalah semakin kompleks. Banjir, serangan hama, dan kelangkaan pupuk membuat mereka gagal panen.

Namun, keadaan mulai berubah sejak mereka bergabung dalam program Udara Bersih Indonesia (UBI) yang dijalankan oleh Yayasan Field Indonesia dengan dukungan Earth Care Foundation. Kini, mereka meninggalkan cara lama dan beralih ke metode pertanian yang lebih ramah lingkungan. Salah satu teknik yang mereka pelajari adalah penggunaan Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT). Dengan metode ini, lahan tidak perlu dibakar, dan kesuburan tanah justru meningkat.

Direktur Eksekutif Yayasan Field Indonesia, Heru Setyoko, menilai pembakaran lahan tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan, tetapi juga merugikan petani dalam jangka panjang.

“Jika petani masih membakar lahan, dampaknya sangat luas. Organisme tanah bisa mati, kesuburan tanah berkurang, dan hasil panen menurun,” ujarnya saat meninjau lahan.

Menurutnya, penggunaan mulsa dapat memperbaiki kualitas tanah, yang pada akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan hasil panen.

“Mulsa dapat memperbaiki tanah, dan itu sangat penting untuk pertumbuhan tanaman,” jelasnya.

Sejauh ini, penerapan metode ini semakin meluas. Awalnya, mereka mencoba di lahan sekitar 100 meter persegi, dan beberapa kini mulai memperluasnya hingga satu hingga tiga hektare.

“Dari segi kualitas tanah, kondisinya semakin baik karena banyak mikroorganisme yang berkembang di dalamnya. Pertumbuhan tanaman juga lebih bagus, dan hasil panennya meningkat,” kata Heru.

Menurutnya, metode ini memberikan hasil yang cukup signifikan. Di sektor padi, misalnya, produktivitas disebut bisa meningkat hingga 70 persen, sementara di sektor sayuran ada yang mencapai peningkatan 100 persen.

Berawal dari Media Sosial

Perkenalan petani di Danum Matei dengan program UBI bermula dari unggahan Facebook yang dibagikan oleh seorang fasilitator program, Ibu Ev. Tertarik dengan metode yang diperkenalkan, mereka memutuskan untuk bergabung dan mulai menerapkannya di lahan pertanian mereka. Saat ini, sebanyak 90 petani di Danum Matei telah mengadopsi teknik pertanian berkelanjutan ini.

Sementara itu, di Tarusan Danum, sebanyak 15 petani mengelola 10 hektare sawah secara kolektif. Program UBI mulai diperkenalkan di desa ini melalui lokakarya yang digelar pada Juli 2024, dihadiri oleh 60 peserta. Meskipun mereka belum memasuki masa panen, para petani optimistis dengan hasil yang akan diperoleh.

Earth Care Foundation, yang mendukung program ini, awalnya menamakan inisiatif ini Burn Free Indonesia karena fokusnya pada pengurangan kebakaran lahan. Robert P. dari Earth Care Foundation mengatakan bahwa pihaknya mendukung program ini karena selaras dengan fokus produksi pangan dan konservasi lingkungan.

“Ya, kami sangat senang karena mitra kami, Field Indonesia, benar-benar telah membuktikan bahwa teknik yang diterapkan ini berhasil. Tentu saja, dengan bimbingan dari para penasihat kami, teknik yang kami perkenalkan di Indonesia, bahkan di lahan gambut, ternyata dapat diterapkan dan diadaptasi oleh petani setempat,” katanya.

Menurutnya, metode MTOT tidak hanya berdampak pada hasil panen tetapi juga membantu mengurangi tenaga kerja dan penggunaan bahan kimia pertanian.

“Dengan metode ini, petani juga tidak lagi menggunakan mulsa plastik, yang sebenarnya turut berkontribusi terhadap perubahan iklim. Sebaliknya, teknik ini sepenuhnya organik, mampu menahan kelembapan, serta berfungsi sebagai pupuk dalam jangka panjang. Hasilnya adalah tanaman yang sehat dan produktivitas yang lebih tinggi,” ujar Robert.

Sejauh ini, metode MTOT semakin banyak diterapkan oleh petani setempat. Jika hasilnya terus positif, diperkirakan lebih banyak petani yang akan beralih ke cara ini di masa depan.

Kunjungan Yayasan Field Indonesia bersama Earth Care Foundation pada 23 Februari 2025 menjadi kesempatan bagi tim UBI untuk melihat langsung dampak program ini di lapangan. Mereka berdiskusi dengan petani mengenai tantangan dan keberhasilan yang telah dirasakan sejak menerapkan metode UBI. Program ini diharapkan terus berkembang ke desa-desa lain yang ingin beralih ke praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *